Para PMKS dalam suatu kegiatan.

Jakarta (indonesiajurnal.com)-Pembersihan terhadap PMKS  atau pengemis telah rutin dilakukan. Pengemis adalah potret kegagalan pemimpin bangsa. Di sisi lain pemimpin justru begelimang harta.

Di sudut jalan, di perempatan lampu merah, kita melihat anak-anak hingga orang tua, nampak tak berdaya. Mereka mengemis untuk mempertahankan hidup. Para pengemis itu berbaur dengan pedagang asongan, pengamen, hingga perampas dan penodong.

Namun ironisnya, ada pihak yang memanfaatkan para pengemis tersebut.

“Kejadian ini sangat meresahkan masyarakat terutama para pengemudi,” kata Purwono, Kepala Panti Sosial Bina Insani Ceger kepada indonesiajurnal.com.

“Mereka tidak lagi menghiraukan tentang  keselamatan diri, yang penting uang, hanya dengan mengulurkan tangan, akting minta dikasihani, pura pura sedih, pura pura pincang, lapar belum makan dan lain-lain,” sambungnya.

Sementara, Tatang, Kepala PSBI Kedoya  menyatakan Dinas Sosial Pemprov DKI Jakarta telah mensosialisasikan Perda no 8 tahun 2007 tentang  ketertiban umum.

“Melalui media online ini kami mengimbau kepada para pengemudi dan penumpang kendaraan umum untuk tidak memberi dan membeli kepada seluruh aktivitas di lampu merah. Dengan demikian perempatan lampu merah harus bebas dari kegiatan PMKS,” tukasnya.

A Dumyani, Kepala PSBI Cengkareng, mengungkapkan, di panti mereka (pengemis,gembel) diberi bimbingan, kami ingatkan,”  ujarnya.

“Jakarta, kota tertutup untuk PMKS, gembel dan pengemis, mari  kita kembali membangun daerahnya masing masing, kembali ke ladang dan sawah, dari tetesan kering bisa kembali ke Jakarta untuk istirahat di Monas. Agar ada efek jera, dan tidak mandul sanksi Perda no 8 th 2007. denda 20 juta atau kurungan 3 bulan, harus dilaksanakan.”  (Imam MS)